Oleh : Hamdi Ihsan
Mengamati perkembangan simkah DKI Jakarta dari tahun 2006 sampai sekarang. Karena dari sejak itulah saya di angkat oleh SK Dirjen
Bimas Islam Kementerian Agama Pusat sebagai operator simkah bersama kua
lainnya. Turut merasakan suka duka teman-teman yang eksis turut mengamankan input
data nikah kala itu pusat mengarahkan menggunakan aplikasi simkah manual
menggunakan program excel.
Sejak diperkenalkan aplikasi simkah oleh Mas Aries
Setiyawan Tahun 2010, saya menyebutnya sebagai gerbang awal Simkah Nasional dan
terasa hingga kini, manfaat simkah untuk mempermudah pelayanan kua, baik input
pendaftaran, proses penyimpanan data sistematis hingga dapat di cetak ke dalam
lembaran NC, NB, Akta Nikah, Buku Nikah dan lainnya.
Perkembangan simkah nasional dari tahun berjalan,
diakui Kua DKI Jakarta sangat lamban untuk maju, hal itu di pengaruhi banyak
faktor antara lain belum ada sikap :
a.
Kompetensi
b.
Inisiatip
c.
Inovasi
d.
Motivasi
e.
Authority
Kendati arahan Bimas Pusat dan Kanwil DKI Jakarta
sudah maksimal melakukan pengarahan dan pembinaan. Namun perubahan diinginkan
tak lah kunjung maksimal. Ada beberapa efek untuk memotivasi kua melakukan
perubahan sistem, diantaranya lewat lomba kua teladan, biasanya salah satu yang
menarik dan berbeda dilakukan oleh pelayanan KUA adalah inovasi IT simkahnya,
hal itu terlihat di beberapa kua luar Jakarta.
Sayangnya berdasar pengamatan di lapangan dan
informasi beberapa sumber operator simkah jakarta, sistem simkah yang pernah di
update tersebut tak bisa bertahan lama, hal itu disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya kurang eksis, kurang koordinasi dan mutasi.
Ada yang menarik yang menjadi dilema dan itu sudah
menjadi bahasan teman-teman operator bisa dikatakan sebuah hambatan untuk
berkembang, kendati rata-rata operator simkah lama sudah kenyang mendapat
pelatihan simkah hingga beberapa sampai ke level TOT ( Training Of Trainer ),
sayangnya ilmu-ilmu tersebut lebih banyak di simpan jadi catatan sendiri
daripada di kembangkan, walau dikembangkan tidak mampu untuk direalisasikan,
kalaupun bisa direalisasikan hanya untuk kalangan sendiri, hal ini disebabkan
ketidakmampuan leader ( kepala kua ) menjawab tantangan simkah yang seharusnya
Jakarta sudah mampu untuk maju.
Perbedaan perkembangan Simkah khususnya Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jogyakarta, dan Jawa Barat hingga Sumatera, mereka lebih maju dan
kompak untuk terus melakukan pembenahan, dan mayoritas yang menjadi authority
simkah daerah itu dikoordinasi langsung oleh penghulu dan Kepala KUA. Sedangkan
Operator Simkah Jakarta 100 % adalah staf pelaksana.
Kalau hal tersebut menjadi kendala lantaran posisi
operator Simkah Jakarta hanyalah Staf Pelaksana, bukanlah alasan tepat sebagai
leader hanya menunggu koordinasi dari kanwil. Sebuah pertanyaan dan tantangan
bagi Kanwil DKI Jakarta, bisa saja Jakarta di pegang oleh penghulu dan Kepala
KUA dengan mengadakan pelatihan simkah dasar hingga mahir, karena merekalah
yang mengendalikan wewenang penuh atas perkembangan simkah di ranah KUA nya
masing-masing.